Tugas Softskill Pertemuan Ke 3

A. Perbandingan cyberlaw, computer crime act (malaysia), council of Europe Convention on cyber crime.

Definisi Peraturan dan Regulasi 

  Menurut kamus besar Bahasa Indonesia peraturan adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima. Setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku, atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.

  Sedangkan regulasi adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda). Tindakan hukum administrasi, atau menerapkan regulasi hukum, dapat dikontraskan dengan hukum undang-undang atau kasus.

  Selain di dunia nyata, ternyata di dunia maya pun terdapat peraturan yang disebut dengan Cyberlaw, yang berasal dari dua kata yaitu cyber (dunia maya) dan law (hukum). Peraturan ini diberlakuan karena dunia maya tidak hanya berupa Informasi yang berguna tapi juga terdapat tindak kejahatan.

  Hukum yang ada pada dunia maya berbeda sebutannya, di antaranya adalah CYBERLAW, COMPUTER CRIME LAW & COUNCILE OF EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME. Walaupun maksud dari ketiga hukum di atas sama, tapi terdapat perbedaan yang sangat besar. Perbedaannya terdapat pada wilayah hukum itu berjalan.Seperti contoh sebagai berikut :

CYBER LAW

  Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya.


COMPUTER CRIME ACT (MALAYSIA)


   Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) merupakan Cyber Law (Undang-Undang) yang digunakan untuk memberikan dan mengatur bentuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan penyalahgunaan komputer.
   Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) yang dikeluarkan oleh Malaysia adalah peraturan Undang-Undang (UU) TI yang sudah dimiliki dan dikeluarkan negara Jiran Malaysia sejak tahun 1997 bersamaan dengan dikeluarkannya Digital Signature Act 1997 (Akta Tandatangan Digital), serta Communication and Multimedia Act 1998 (Akta Komunikasi dan Multimedia).
   Di Malaysia, sesuai akta kesepakatan tentang kejahatan komputer yang dibuat tahun 1997, proses komunikasi yang termasuk kategori Cyber Crime adalah komunikasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan suatu kode atau password atau sejenisnya untuk mengakses komputer yang memungkinkan penyalahgunaan komputer pada proses komunikasi terjadi.


COUNCIL OF EUROPE CONVENTION

   Merupakan salah satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan hal ini.
   Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional.
    Council of Europe Convention on Cyber Crime berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana.
    Council of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah.

    Tujuan utama adanya konvensi ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional. Selain itu konvensi ini bertujuan terutama untuk:

(1) harmonisasi unsur-unsur hukum domestik pidana substantif dari pelanggaran dan ketentuan yang terhubung di bidang kejahatan cyber.
(2) menyediakan form untuk kekuatan hukum domestik acara pidana yang diperlukan untuk investigasi dan penuntutan tindak pidana tersebut, serta pelanggaran lainnya yang dilakukan dengan menggunakan sistem komputer atau bukti dalam kaitannya dengan bentuk elektronik
(3) mendirikan cepat dan efektif rezim kerjasama internasional.

B. UU no. 19 tentang hak cipta ketentuan umum, lingkup cipta, perlindungan hak cipta, pembatasan hak cipta, prosedur pendaftaran HAKI

HAK CIPTA


   Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerimanhak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

   Hak eksklusif adalah hak semata-mata diperuntukan bagi pemeganganya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memamfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Dalam pengertian “mengumumkan atau memperbanyak” termasuk kegiatan memterjemahkan mdengadaptasi, mengarasemen, mengalihwujudkan, menjual menyewakan dsb.


Hak Cipta terdiri dari :
1. Hak ekonomi : Hak untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait.
2. Hak Moral : Hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat hilang atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Pencipta

   Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah; Pasal 5 :
Orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan pada Direktorat jenderal atau
Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan.
    Berdasarkan ketentuan pasal 5 UU No 19 tahun 2002 tersebut, maka pada prinsipnya Hak Cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi dalam hal terjadi sengketa dipengadilanmengenai ciptaan yang terdaftar dan yang tidak terdaftar, apabila pihak yang berkepentingan dapat membuktikannya siapa pencipta yang sebenarnya..maka hakim dapat menentukan siapa penciptanya.


Ciptaan yang dilindungi


    Berdasarkan pasal 12 ayat (1) UU Nomor 19 tahun 2002, ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup ;
Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lainnya.
Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
Drama atau drama musikal, tari, koreografi, perwayangan dan fantonim.
Arsitektur
Peta.
Seni batik.
Fotografi
Sinematografi.
Terjemahan, tafsir saduran, bunga rampai, data base dan karya lain dari hasil pengalih wujudan. (tidak mengurangi atas ciptaan asli).
     Pemakaian hak cipta tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersil.


Prosedur Pendaftaran HAKI 


Adapun prosedur pendaftaran yang diberlakukan oleh Dirjen HAKI adalah sebagai berikut :

1. Permohonan Paten diajukan dengan cara mengisi formulir yang telah disediakan, dalam Bahasa Indonesia yang kemudian diketik rangkap 4 (empat).
2. Dalam proses pendaftaran paten ini, pemohon juga wajib melampirkan hal-hal sebagai berikut :
3. Surat Kuasa Khusus, apabila permohonan pendaftaran paten diajukan melalui konsultan Paten terdaftar selaku kuasa;
Surat pengalihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak lain yang bukan penemu;
Deskripsi, klaim, abstrak serta gambar (apabila ada) masing-masing rangkap 3 (tiga);
Bukti Prioritas asli, dan terjemahan halaman depan dalam bahasa Indonesia rangkap 4 (empat) (apabila diajukan dengan Hak Prioritas); Terjemahan uraian penemuan dalam bahasa Inggris, apabila penemuan tersebut aslinya dalam bahasa asing selain bahasa Inggris, dibuat dalam rangkap 2 (dua);
Bukti pembayaran biaya permohonan Paten sebesar Rp. 575.000,- (lima ratus tujuh puluh lima ribu rupiah); dan Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual, Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
Bukti pembayaran biaya permohonan Paten Sederhana sebesar Rp. 125.000,- (seratus dua puluh lima ribu rupiah) dan untuk pemeriksaan substantif Paten Sederhana sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah);
Tambahan biaya setiap klaim, apabila lebih dari 10 (sepuluh) klaim: Rp. 40.000,- (empat puluh ribu rupiah) per klaim.
    Penulisan deskripsi, klaim, abstrak dan gambar sebagaimana dimaksud diatas ditentukan sebagai berikut :
Setiap lembar kertas hanya salah satu mukanya saja yang boleh dipergunakan untuk penulisan dan gambar;
Deskripsi, klaim dan abstrak diketik dalam kertas HVS atau yang sejenis yang terpisah dengan ukuran A-4 (29,7 x 21 cm ) dengan berat minimum 80 gram dengan batas : dari pinggir atas 2 cm, dari pinggir bawah 2 cm, dari pinggir kiri 2,5 cm, dan dari pinggir kanan 2cm; Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual, Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
Kertas A-4 tersebut harus berwarna putih, rata tidak mengkilat dan pemakaiannya dilakukan dengan menempatkan sisinya yang pendek di bagian atas dan bawah (kecuali dipergunakan untuk gambar);
Setiap lembar deskripsi, klaim dan gambar diberi nomor urut angka Arab pada bagian tengah atas;
Pada setiap lima baris pengetikan baris uraian dan klaim, harus diberi nomor baris dan setiap halaman baru merupakan permulaan (awal) nomor dan ditempatkan di sebelah kiri uraian atau klaim;Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual, Hak Paten, Hak Cipta, Merek.
Pengetikan harus dilakukan dengan menggunakan tinta (toner) warna hitam, dengan ukuran antar baris 1,5 spasi, dengan huruf tegak berukuran tinggi huruf minimum 0,21 cm;
Tanda-tanda dengan garis, rumus kimia, dan tanda-tanda tertentu dapat ditulis dengan tangan atau dilukis;
Gambar harus menggunakan tinta Cina hitam pada kertas gambar putih ukuran A-4 dengan berat minimum 100 gram yang tidak mengkilap dengan batas sebagai berikut : dari pinggir atas 2,5 cm, dari pinggir bawah 1 cm, dari pinggir kiri 2,5 cm, dan dari pinggir kanan 1 cm;
Seluruh dokumen Paten yang diajukan harus dalam lembar-lembar kertas utuh, tidak boleh dalam keadaan tersobek, terlipat, rusak atau gambar yang ditempelkan;
Setiap istilah yang dipergunakan dalam deskripsi, klaim, abstrak dan gambar harus konsisten antara satu dengan lainnya. Cara Pendaftaran Hak Atas Kekayaan Milik Intelektual, Hak Paten, Hak Cipta, Merek.


C. UU no.36 tentang telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana


    Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
    Jadi UU no.36 tersebut dapat mengatur penggunaan teknologi informasi, karena dalam undang-undang tersebut berarah kepada tujuan telekomunikasi dan otomatis dapat sekaligus mengatur penggunaan informasi tersebut sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

    Dalam undang-undang ini juga tertera tentang penyelenggaraan telekomunikasi, sehingga telekomunikasi dapat diarahkan dengan baik karena adanya penyelenggaraan telekomunikasi tersebut. Penyidikan dan sangsi administrasi dan ketentuan pidana pun tertera dala undang-undang ini, sehingga penggunaan telekomunikasi lebih terarah dan tidak menyimpang dari undang-undang yang telah ada. Sehingga menghasilkan teknologi informasi yang baik dalam masyarakat.

     Peraturan mengenai telekomunikasi diatur pada Undang - Undang No 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. Undang - Undang No 36 Tahun 1999 terdiri dari 9 Bab dan 64 Pasal yang mengatur segala hal yang berhubungan dengan telekomunikasi di Indonesia, diantaranya asas dan tujuan telekomunikasi, pembinaan, penyelenggaraan, larangan praktek monopoli, perizinan, hak dan kewajiban penyelenggara dan masyarakat, interkoneksi dan biaya hak penyelenggaraan, sanksi dan hal - hal lain yang masih banyak di bahas pada pasal - pasal Undang- Undang tersebut. Dengan kemajuan dunia telekomunikasi yang pesat dari hari ke hari maka Undang - Undang telekomunikasi ini sangat membantu dalam memberikan batasan baik bagi penyelenggara komunkasi, pengguna maupun pihak pemerintah dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan penggunaan teknologi informasi.

UU No.36 tentang Telekomunikasi


Menimbang:
a. Bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila da Undang-Undang Dasar 1945;
b. Bahwa penyelenggara telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuaan bangsa,memperlancar kegiatan pemerintahan,mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,serta meningkatkan hubungan antar bangsa;
c. Bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang tehadap telekomunikasi;
d. Bahwa segala sesuatu yan berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi tersebut,perlu dilakukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggara telekomunikasi nasional; ebahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas,maka Undang-undang No.3 tahun 1989 tentang Telekomunikasi dipandang tidak sesuai lagi,sehingga perlu diganti;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1),Pasal20 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Asas Dan Tujuan
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan
bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan
antarbangsa.


Penyelenggaraan Telekomunikasi

Bagian Pertama

Umum
Pasal 7
(1) Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi:
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
(2) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. melindungi kepentingan dan keamanan negara;
b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c. dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d. peran serta masyarakat.

Penyidikan

Pasal 44
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku;
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga
digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi;
g. menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan
atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang telekomunikasi; dan
i. mengadakan penghentian penyidikan.
(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.


Sanksi Administrasi


Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21,
Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal
33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi
peringatan tertulis.


Ketentuan Pidana

Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan
perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal 53
(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau
Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda
paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51,
Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.


D. UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank Indonesia tentang internet banking)

    Saat ini Perkembangan teknologi dan Internet sudah sangat pesat, semua sudah dibuat menjadi lebih mudah. Salah satu sektor yang terpengaruh oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi adalah Perbankan, sub sektor ekonomi yang memobilisasi dana masyarakat. Teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan inovasi perbankan serta memberikan dampak efisien dan ektivitas yang luar biasa. Salah satu inovasinya yaitu bank menciptakan produk dan jasa. Produk dan jasa yang dilakukan oleh bank harus sesuai dengan ketentuan yang ada berdasarkan jenis banknya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

   Di balik kemudahan yang didapat dari penggunaan internet banking, ada juga resiko yang di dapat dalam penggunaanya layanan ini, antara lain banyak terjadi pelanggaran hukum menyangkut data-data pribadi melalui internet dan juga mengenai resiko finasial yang diderita oleh nasabah bank dalam penggunaan internet banking karena ulah para pelaku kejahatan TI tersebut menyebabkan industri perbankan harus mampu menyiapkan security features yang mampu menjaga tingkat kepercayaan masyarakat bahwa transaksi elektronik aman. Sehubungan dengan hal tersebut, perlunya perlindungan hukum diberikan kepada nasabah pengguna Internet Banking diperlukan dalam rangka melindungi hak– hak nasabah selaku konsumen dalam jasa perbankan, mengingat juga hukum itu memadu dan melayani masyarakat.

   Pokok pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal – pasal di bawah ini :

- Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik
- Pasal 9 Bentuk Tertulis
- Pasal 10 Tanda tangan
- Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan
- Pasal 12 Catatan Elektronik
- Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik

TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat dalam Pasal-pasal berikut ini :

- Pasal 14 Pembentukan Kontrak
- Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
- Pasal 16 Syarat Transaksi
- Pasal 17 Kesalahan Transkasi
- Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
- Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan
- Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
- Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan
Implikasi Pemberlakuan RUU ITE

   Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
 
    Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI).

    Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik. Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.


SUMBER :

http://djadjatcyber.blogspot.com/2010/04/perbandingan-cyber-law-computer-crime.html
http://safari-pptik.ugm.ac.id/?p=102
http:// rizqyjayaart.blogspot.co.id/2012/11/peraturan-dan-regulasi-cyberlaw.html
http://sisyfasyfa4.blogspot.co.id/2014/04/ruang-lingkup-uu-tentang-hak-cipta.html
http://ayuuuunya.blogspot.co.id/2015/07/ruu-tentang-informasi-dan-transaksi.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel Surat Kecil Untuk Tuhan

Resensi Novel Assassin's Creed: Renaissance

Resensi Novel Bunga Cantik di Balik Salju