Isu Kode Etik dan Profesionalisme

Peristiwa penembakan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian Resor lubuk Linggau, Sumatera Selatan terhadap satu keluarga warga masyarakat Kabupaten Rejang Kebong Bengkulu yang menumpang mobil Honda City BG 1488 ON mengakibatkan 1 korban Sumarni (50) meninggal ditempat dan 6 korban dalam keadaan kritis dua antaranya anak-anak akibat tembakan petugas Kepolisian dan sedang mendapat perawatan di RSUD Siti Alsyah Lubuk Linggau.

Ketujuh orang korban berondongan senjata laras panjang Polisi itu adalah Gatot Sundari (29), Indra (35), Surini (50), Novianti (31), Dewi Arlina (39) dan dua diantaranya anak masing-masing Galih (6) dan Ginta Wicaksono (3). Saat ini ketujuh korban berondongan peluru Polisi Polres Lubuk Linngau mendapat perawatan intensif di RSUD Siti Alsyah.

Menurut informasi dari Kapolres Lubuk Linggau yang disampaikan lewat media di Lubuk Linggau, peristiwa ini bermula saat aparat dari Polsek Lubuk Linggau Timur melakukan razia di Jalan Fatmawati Lingkar Timur untuk mengejar pelaku tindak pidana kriminal yang telah menjadi target polisi. Pada saat pemeriksaan Polisi, sebuah sedan Honda City tiba-tiba melintas di lokasi razia dengan kecepatan tinggi. Ketika diminta berhenti, justru sopir memacuh mobil lebih kencang lagi kemudian memancing Polisi untuk mengejar mobil itu.

Saat kejar mengejar Polisi bersenjata lengkap laras panjang berhasil menyalip namun pengemudi Mobil Honda City tidak mau juga menghentikan laju kendaraannya, inilah kemudian mendorong polisi memuntahkan timas panasnya berulang-ulang dari samping mobil mengakibatkan Sumarni (50), ibu dari Novianti (31) meninggal seketika didalam mobil dan 6 lainnya dalam keadaan kritis, termasuk dua anak-anak bernasib malang itu.

Menurut pengakuan Novianti (31) salah satu korban tembak di bahu, sekalipun mobil sudah berhenti dan menepi di pinggiran jalan, sangat disayangkan polisi masih tetap saja menembaki kami didalam mobil sekalipun kami sudah merunduk di jok mobil. Bahkan saya melihat dengan mata kepala sendiri Ibu saya meninggal seketika di tempat. Sekalipun saya berteriak-teriak untuk menyampaikan bahwa ada anak-anak dan sudah terluka, namun polisi masih terus memecahkan kaca mobil dengan menggunakan popor senjata laras panjangnya.

"Sekalipun saya sudah berteriak-teriak untuk minta menghentikan tembakan namun polisi tidak mau berhenti menumpahkan beberapa timah panas ke arah kami,” terang Novianti kepada media di RSUD Siti Asyah Lubuk Linggau.

Melihat dan mempelajari kronologis penembakan yang dilakukan terhadap 7 keluarga warga asal Rejang Lebong Bengkulu dan hasil dari Investigasi cepat (quick investigation) Komnas Anak dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lubuk Linggau. Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai lembaga independen dibidang Pemenuhan dan perlindungan anak di Indonesia menilai bahwa tindakan Polisi dengan menembaki warga masyarakat dengan penuh emosional sekalipun sudah menghentikan kendaraannya dan mengakibatkan meninggal dunia dan kritis ternasuk menembaki anak-anak adalah merupakan tindakan melawan kode etik (code of conduct) dan kesalahan prosedur mengakibatkan orang lain meninggal dunia dan cedera secara permanen.

Komisi Nasional Perlindungan Anak mendesak Kapolda Sumatera Selatan untuk meminta pertanggungjwaban pidana yang dilakukan aparat Kepolisian dari Polsek Lubuk Linggau Timur dan segera menyatakan minta maaf pada keluarga korban dan menanggung seluruh biaya yang ditimbulkannya akibat muntahan timah panas aparat kepolisiaan Linggau Timur.

Sekalipun pihak Kepolisian mempunyai hak diskresi dalam setiap merespon laporan tindak pidana kriminal, namun pihak Kepolisian juga harus menjunjung tinggi kode etik prosedural penanganan.

“Dalam penegakan hukumnya aparat penegak hukum tidak dibenarkan melakukan tindakan membabi buta dengan cara mematikan target sasarannya melain melakukan prosedur pelumpuhan target operasi lebih dulu jika tidak dilakukan penyerangan terhadap petugas oleh target sasaran. Setiap menjalankan tugas operasinya, aparat Kepolisian harus tunduk pada Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia (Perkap) No. 08 Tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), apalagi fakta menunjukkan didalam mobil Honda City ditemukan dua anak balita menjadi korban,” jelas Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (19/4/2017).

Tindakan penembakan membabi buta dan menelan korban diantaranya dua anak merupakan kesalahan prosedur dan kode etik yang mengakibatkan meninggal dunia dan cacat secara permanen dan melanggar hak asasi manusia, demikian disampaikan Arist.

Komentar :

Menurut saya, apa yang telah disampaikan oleh pak Arist Merdeka Sirait sudah tepat dalam konteks kode etik, karena tidak pantas aparat penegak hukum melakukan tindakan membabi buta dengan cara mematikan target sasarannya selain melakukan prosedur pelumpuhan target operasi lebih dulu jika tidak dilakukan penyerangan terhadap petugas oleh target sasaran.

"Sekalipun mobil sudah berhenti dan menepi di pinggiran jalan, sangat disayangkan polisi masih tetap saja menembaki kami didalam mobil sekalipun kami sudah merunduk di jok mobil.", disini terjadi hal yang sangat disayangkan oleh pihak aparat Kepolisian karena masih menembaki kendaraan tersebut meski pemilik kendaraan tak melakukan perlawanan.

Kesimpulan yang bisa kita dapatkan dari berita ini untuk diri kita sendiri lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas dan menjaga etika profesionalisme sebagai seorang penegak hukum, karena jika kita tidak menjaga etika dalam bertugas, kita bisa membuat jelek sebuah institusi yang menaungi seorang polisi. kita juga harus bisa memegang teguh perkataan dan perbuatan kita, jika kita berbuat salah kita harus siap mendapat sanksi yang berlaku sesuai undang undang.


Sumber : http://www.mitrapol.com/2017/04/penembakan-di-lubuk-linggau-melanggar.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel Surat Kecil Untuk Tuhan

Resensi Novel Assassin's Creed: Renaissance

Resensi Novel Bunga Cantik di Balik Salju